Nikmatnya Makan Bersama di Al Hikmah Purwoasri Kediri

Nikmatnya Makan Bersama di Al Hikmah Purwoasri Kediri


Kenikmatan sebuah makanan bukan terletak pada makanan itu sendiri. Boleh percaya atau tidak. Tetapi... kenikmatan sebuah makanan ternyata didukung oleh banyak faktor yang ada di sekitar makanan tersebut.

Salah satu faktor nikmatnya makanan adalah bila makanan itu dinikmati bersama-sama. Berjamaah.

"INNAL BAROKATA MA'AL JAMAA'AH"

Itulah yang terjadi di Pondok Pesantren Al Hikmah Purwoasri Kediri. Tidak hanya sholat yang berjamaah, makanpun juga berjamaah. Dan ternyata lebih nikmat... luar biasa.

Aku adalah saksi nikmatnya makanan yang dimasak oleh santri di pondok Al Hikmah. Sebagai orang luar pondok yang ikut belajar di pondok, alhamdulillah... aku tidak kekurangan dalam hal makanan. Di rumahku yang tak jauh dari pondok, Ibuku dengan penuh kasih sayang memasak tiap hari. Tiga kali sehari. Dan yang aku tahu, hingga saat ini belum ada masakan yang lebih lezat daripada masakan Ibuku. Tak heran dalam sebuah acara suatu hari KH Badrus Sholeh Arif (almarhum) pernah memuji masakan rawon buatan Ibuku.

Di belakang asrama santri putra ada bangunan memanjang dari timur ke barat. Itulah dapur. Antara dapur dan asrama santri putra ada gang kecil. Di gang itu dulu aku sering memarkir sepeda miniku. Beberapa santri yang sedang makan, sering menawariku makan bersama.

"Mad, ayo sisan mangan kene." Ajak mereka. Sering aku menolak. Sering pula aku mengabulkan ajakan mereka. Masa nolak terus, gak enakkan sama teman. Lagian nolak rejeki kan dosa.
"Okelah, masak ane sopo ki ?"
"Abdul Hakim", "Jama adi", "Fauzi", "Nur Hidayat", "Arifin", "Nanang Abdillah", "Amali"
dan masih banyak lagi nama-nama yang masakan mereka dulu pernah kunikmati.

Subhanallah... kami makan bersama melingkar. Duduk di bawah. Tanpa kursi maupun tikar. Ndodhok. Di tengah ada lengser besar (aku menyebutnya baki, tempat membawa gelas-gelas minuman bila tamu datang), nasi liwet masih panas, sayur terong pedas campur mie juga masih panas, beberapa suwir telur dadar yang tidak rapi masih panas, kadang juga ada gerih atau ikan asin, krupuk kadang juga ada rodho mlempem, plus sambel. Kami menikmatinya kadang bertiga, berempat bahkan berlima malah kadang lebih bila ada yang datang dan langsung nimbrung.

Kami makan berpacu dengan panas tanpa sendok. Langsung pakai tangan kosong (kayak silat aja). SIAPA CEPAT DIA YANG DAPAT, itu semboyan lama. Di hidangan itu semboyannya berubah. SIAPA TAHAN PANAS DIA YANG DAPAT BANYAK. He he he. Tapi sungguh. Makanan dengan gaya menikmati seperti itu lezat dan nikmat sekali. Sebuah kisah tak terlupa. Terima kasih sahabat-sahabatku, semua makanan yang dulu pernah kunikmati di dapur pondok putra, semoga menjadi amal kebaikanmu semua. Sekali lagi terima kasih atas masakan brutal itu. Terima kasih pula untuk kebersamaan kita. Benar-benar sebuah kisah tak terlupa yang nikmatnya masih terasa hingga kini bila mengenangmu semua.

Indahnya persahabatan adalah bila bisa makan, tertawa dan menangis bersama.